Select Your Language

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Senin, 10 Desember 2012

SESSION 8 "Too Many Faces"



This moment, I want to tell you about how I feel when I became as a collegian.
People sometimes asks me “how does it feel in your study majors?”. The only one I know to answer is “ I don’t know.” . yea, I’m so damn confused about the system and anything about this higher study. You know, beside I wish I can get a boy and new mates to fill my live, I want to study! Believe me! I don’t make any bullshit or crap or anything. Anyway, the reason why I should keep stay here (in my majors) is bcs I don’t belong to my old hopes! I really wish I could be the part of English Department ’12. But in fact, I fell into Governance ’12. Seems like.. I need to take my time HERE! Meet politics, public policy, governance and govement concept, theory of development, and manymore. I feels like I have to down on my knees to beg my own self to KEEP stay here and do my best. I need more time to study, Sir. But why those lecturers seems like they don’t pay attention to us, collegian in their first semester? Fuck it.

I don’t really like study. I need to study in one good condition to keep more words on my mind. Meanwhile, on my class there’re TOO MANY CRAP EVERYWHERE! “HEY DUDE! This place is OURS, not YOURS! Don’t pull your fucking crap out and take control of it!”
another one. Some people seems like clever or something I don’t know. This is serious, I really like to see man/girl to speak up their mind cleaverly. But please, throw away your arrogant! Somehow, we need to learn it together (sharing), not act like teacher (teaching).

that’s all. I thought I need more time to attempt take a lot of room for myself to people different character. Hopefully it ain’t maladjustment (
˘ÊƒÆª˘)

Kamis, 06 Desember 2012

MAKALAH PEMBANGUNAN YANG BERKEADILAN



diposkan oleh Ananda Putri S, mahasiswi Universitas Lampung Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Pemerintahan 2012


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Pembangunan yang berjalan dengan baik dalam rangka memperbaiki mutu kesejahteraan masyarakatnya sangat diimpikan setiap negara di dunia hingga menjadi salah satu tujuan utamanya. Berbagai macam model pembangunan telah diatur dalam undang-undang masing-masing negara. Untuk Indonesia, tujuan yang merupakan pernyataan cita-cita dari para pendiri negara Indonesia sebagai wujud kesepakatan nasional tersebut di atas, telah diatur dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Pemerintah Indonesia, semampunya telah melaksanakan beragam kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan yang berpusat pada manusia. Kinerja ini didukung secara sinergis oleh pemangku kepentingan yang lain, seperti dunia usaha, perguruan tinggi, dan organisasi non-pemerintah. Banyak pembangunan yang telah dicapai, namun banyak pula indikator pembangunan yang terlantar, walaupun sudah menggunakan konteks dari beragam terminologi, seperti pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, pertumbuhan ekonomi yang inklusif, pembangunan yang berkelanjutan, dan pembangunan yang berkeadilan itu sendiri. Oleh karena itu, penulis akan membahas serta mengidentifikasi mengenai pembangunan yang berkeadilan tersebut.

1.2.Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Apakah definisi dari pembangunan yang berkeadilan?
2.      Apa saja masalah pokok dalam pembangunan di Indonesia secara umum?
3.      Bagaimana penyelesaian masalah dalam terminologi pembangunan yang berkeadilan?
4.      Bagaimana hubungan antara terminologi pembangunan yang berkeadilan dengan study Ilmu Pemerintahan?

1.3.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penyusunan makalah sebagai berikut:
1.3.1.      Untuk mengetahui definisi dari pembangunan yang berkeadilan
1.3.2.      Untuk mengetahui masalah pokok dalam pembangunan di Indonesia secara umum
1.3.3.      Untuk mengetahui penyelesaian masalah dalam terminologi pembangunan yang berkeadilan
1.3.4.      Untuk mengetahui hubungan antara pembangunan yang berkeadilan dengan study Ilmu Pemerintahan.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Pembangunan yang Berkeadilan
           
            Istilah “pembangunan yang berkeadilan” mungkin kerap kali terdengar di telinga kita melalui berbagai media. Istilah ini semakin terang lagi suaranya, ketika pada 19-21 April 2010, Presiden Yudhoyono menggelar Rapat Kerja (retret) bersama jajaran KIB-II dengan para Gubernur dan Ketua DPRD Provinsi se-Indonesia di Istana Tampaksiring, Bali. Pada rapar kerja tersebut, dikeluarkannya Inpres 3/2010 mengenai pembangunan yang berkeadilan. Namun, apakah esensi dari “pembangunan yang berkeadilan” itu sendiri?
            Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “pembangunan” dapat diartikan sebagai
“proses mendirikan atau membentuk sesuatu”. Kata “berkeadilan” dapat diterjemahkan sebagai
“memberikan bobot yang sama, tidak berat sebelah, tidak berpihak kepada yang sewenang-wenang”. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembangunan yang berkeadilan adalah,:
suatu rangkaian usaha terintegrasi di berbagai bidang, guna membentuk sesuatu yang mengarah pada kebaikan, dengan memperhatikan setiap bobot yang ada agar tidak terjadi kesewenang-wenangan.
Namun, menurut Budiman Sudjatmiko, pengertian “pembangunan berkeadilan” yang selama ini ada belum cukup memuaskan. Penjelasan yang ada umumnya bersifat retoris dan normatif. Oleh sebab itu, dalam memberikan definisi mengenai hal ini, beliau cenderung memilih jalan yang cukup moderat. Budiman menolak pengertian keadilan sebagai “bobot yang sama”, tetapi lebih kepada aspek “kepatutan/proporsionalitas”. Namun di sisi lain, negara harus senantiasa berupaya untuk memperkecil jarak antara equality dan need dengan keberpihakan kepada elemen yang lebih lemah. Jadi, dari deduksi di atas, Budiman Sudjatmiko menyimpulkan bahwa pembangunan yang berkeadilan adalah:
proses mendirikan atau membentuk dengan dilandasi kepada nilai-nilai kebenaran, tidak bersifat sewenang-wenang, bersifat proporsional namun tetap memiliki keberpihakan terhadap elemen yang lemah

Budiman Sudjatmiko memberikan empat prinsip dasar yang bisa diturunkan dari definisi tersebut, yaitu:
1.      Pembangunan yang berkeadilan harus berlandaskan pada mesti berlandaskan kepada kebenaran, yang dalam ketatanegaraan dimanifestasikan dengan kepatuhan terhadap peraturan hukum dan peraturan perundang-undangan yang ada.
2.      Pembangunan yang berkeadilan harus memastikan tidak ada elemen masyarakat yang diperlakukan secara sewenang-wenang.
3.      Pembangunan yang berkeadilan seyogyanya bersifat proporsional kepada seluruh elemen masyarakat.
4.      Pembangunan yang berkeadilan harus memiliki keberpihakan terhadap elemen yang lemah.

2.2.      Masalah Pokok Dalam Pembangunan di Indonesia Secara Umum

Seperti yang telah dinyatakan penulis pada latar belakang masalah sebelumnya bahwa, banyak indikator pembangunan yang terlantar. Masalah-masalah tersebut antara lain sebagai berikut:
1.      Penduduk dan kemsikinan
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Jumlah rakyat miskin per Maret 2008 adalah sebesar 34,96 juta orang (15,42 persen) atau turun dari angka pada Maret 2007 sebesar 37,17 juta orang (16,58 persen) (Data Susenas BPS Maret 2008). Data ini diperoleh sebelum pemerintah menaikkan harga BBM rata-rata 28,7 persen pada Mei 2008, yang diperkirakan menambah angka kemiskinan hingga 8,5 persen. Dalam kriteria yang lebih ketat, penduduk miskin Indonesia menurut World Bank mencapai 108.7 juta orang (49%) (Data World Bank 2006). Perbedaan jumlah ini muncul dari perbedaan alat ukur dan cara menghitung. BPS menggunakan kriteria yang lebih longgar.
Menurut BPS, penduduk miskin adalah mereka yang rata-rata penghasilannya di bawah standar pemenuhan kebutuhan dasar kalori minimal 2.100 kkal (kilo kalori) atau sekitar Rp 152.847 per kapita per bulan. Sementara World Bank menggunakan standar internasional: penduduk miskin adalah mereka yang memiliki pengeluaran per hari sebesar US$2 atau kurang. Begitupun halnya dengan pengangguran. Menurut BPS, jumlah pengangguran terbuka per Februari 2008 mencapai 9.4 juta (8.5 persen) dari 111,46 juta angkatan kerja (Data Sakernas BPS Februari 2008). Jumlah ini lebih dua kali lipat dari penduduk Singapura yang sekitar 4 juta.
2.      Dualisme kepemimpinan/peraturan
Dualisme kepemimpinan/peraturan yang dimaksud pada tulisan ini adalah buah dari banyaknya pemimpin atau aturan berupa kebijakan di negeri ini, yang tidak hanya bersumber dari satu pemimpin, melainkan dari pihak-pihak lain yang besar dampaknya di Indonesia. Undang-undang yang semula dipandang sebagai instrumen hukum yang legimit, justru pada masa pemerintahan era reformasi mulai menimbulkan persoalan yang tidak mudah diperoleh solusinya. Sebuah Negara bisa dibilang sebagai sebuah sistem. Idealnya, dalam sebuah sistem hanya ada seorang pemimpin. Karena pemimpin inilah yang bertanggung jawab memastikan jalannya sistem tetap pada koridornya. Pembangunan tidak akan pernah bisa berjalan sesuai rencana apabila dualism ini terus dikobarkan.
3.      Iklim dan Geografis
Iklim di Indonesia adalah tropis dan geografisnya berupa kepulauan, sehingga sulit untuk pemerintah melakukan pemerataan pembangunan dan ditambah lokasi pulau – pulau berjarak cukup jauh. Negara Indonesia beriklim tropis sehingga sangat mudah untuk melakukan kegiatan pertanian, karena banyak penduduk Indonesia yang melakukan pertanian sehingga pembangunan menjadi sulit.
Adapula masalah pemakaian bahan bakar yang berasal dari fosil seperti batu bara, minyak bumi dan gas bumi yang berkepanjangan. Kita sudah mengetahui sebagian dari akibat pemanasan global ini, yaitu mencairnya tudung es di kutub, meningkatnya suhu lautan, kekeringan yang berkepanjangan, penyebaran wabah penyakit berbahaya, banjir besar-besaran, coral bleaching dan gelombang badai besar. Kita juga telah mengetahui siapa yang akan terkena dampak paling besar adalah Negara pesisir pantai, Negara kepulauan, dan daerah Negara yang kurang berkembang seperti Asia Tenggara.
Selama bertahun-tahun kita telah terus menerus melepaskan karbondioksida ke atmosfir dengan menggunakan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti batubara, gas bumi dan minyak bumi. Hal ini telah menyebabkan meningkatnya selimut alami dunia, yang menuju kearah meningkatnya suhu iklim dunia, dan perubahan iklim yang tidak dapat diprediksi juga mematikan. Greenpeace percaya bahwa hanya dengan langkah pengurangan emisi gas rumah kaca yang sistematis dan radikal dapat mencegah perubahan iklim yang dapat mengakibatkan kerusakan yang lebih parah kepada ekosistem dunia dan penduduk yang tinggal didalamnya.
Lalu, kapan kiranya pembangunan kita bisa mengarah kepada pembangunan yang lebih ramah lingkungan?
4.      Pemerataan pembangunan
Pemerataan pembangunan di Indonesia masih cukup labil, karena banyak faktor yang mempengaruhinya sehingga pembangunan di Indonesia tidak merata. Akibatnya masih banyak beberapa daerah yang belum mendapatkan infrastruktur yang memadai, diantaranya: air bersih, lisrik, pendidikan ,dan lapangan pekerjaan. Akibat dari tidak meratanya pembangunan sangat banyaknya kemiskinan di Indonesia.
5.      Masalah inflasi
Adalagi masalah pembangunan ekonomi di Indonesia, yaitu inflasi. Inflasi adalah suatu keadaan di mana harga barang-barang secara umum mengalami kenaikan dan berlangsung dalam rentang waktu yang lama dan terus-menerus. Masalah ini terus mendapatkan concern khusus dari pemerintah. Pemerintah mempunyai tujuan jangka panjang dalam masalah ini, yaitu dengan cara menjaga agar tingkat inflasi yang berlaku berada pada tingkat yang sangat rendah. Tingkat inflasi nol persen bukan merupakan tujuan utama kebijakan pemerintah, karena hal itu sangatlah sukar untuk dicapai. Yang paling penting untuk diusahakan adalah menjaga agar tingkat inflasi tetap rendah.

2.3.      Penyelesaian Masalah dalam Terminologi Pembangunan yang Berkeadilan
Dalam rangka penyelesaian masalah pembangunan di era kepemimpinannya, pada 19-21 April 2010, Presiden Yudhoyono menggelar Rapat Kerja (retret) bersama jajaran KIB-II dengan para Gubernur dan Ketua DPRD Provinsi se-Indonesia di Istana Tampaksiring, Bali. Pada momentum retret kedua itu, selain menyampaikan sepuluh arahan terkait upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia, Presiden juga menerbitkan Inpres 3/2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan pada 21 April 2010. Tujuan dari diterbitkannya Inpres yang berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014 itu adalah untuk lebih memfokuskan pelaksanaan pembangunan yang berkeadilan serta untuk kesinambungan dan penajaman Prioritas Pembangunan Nasional sebagaimana termuat dalam Inpres 1/2010.
Ada tiga program utama yang harus diambil langkah-langkahnya oleh instrument Negara yang terkait dengan fungsi dan kewenangannya masing-masing, dalam rangka pelaksanaan program pembangunan berkeadilan yaitu:
1.      Pro rakyat;
2.      Keadilan untuk semua (justice for all)
3.      Pencapaian tujuan pembangunan millennium (Millenium Development Goals – MDGs)
Dalam rangka pelaksanaan program-program tersebut di atas, maka fokus permasalahan yang diambil pemerintah adalah sebagai berikut:
1.      Untuk program pro rakyat memfokuskan pada:
a.       Program penanggulangan kemiskinan berbasis keluarga
b.      Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat
c.       Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha mikro dan kecil
2.      Untuk program justice for all memfokuskan pada:
a.       Program keadilan bagi anak
b.      Program keadilan bagi perempuan
c.       Program keadilan di bidang ketenagakerjaan
d.      Program keadilan di bidang bantuan hukum
e.       Program keadilan di bidang reformasi hukum dan peradilan
f.       Program keadilan bagi kelompok miskin dan terpinggirkan
3.      Untuk program pencapaian tujuan pembangunan millennium memfokuskan pada:
a.       Program pemberantasan kemiskinan dan kelaparan
b.      Program pencapaian pendidikan dasar untuk semua
c.       Program pencapaian kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan
d.      Program penuruan angka kematian anak
e.       Program kesehatan ibu
f.       Program pengendalian HIV Aids, malaria, dan penyakit menular lainnya
g.      Program penjaminan kelestarian lingkungan hidup
h.      Program pendukung percepatan pencapaian tujuan pembangunan milenium
Dalam Inpres ini, peran Daerah sangat penting untuk mencapai target pembangunan nasional yang sebagian besar merupakan program menyangkut pemberantasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat. Target itu antara lain, turunnya angka kemiskinan menjadi 8 persen, pertumbuhan ekonomi 7,7 persen, dan turunnya angka pengangguran menjadi 5 persen. Di dalam Inpres 3/2010 terdapat 46 program, 104 rencana aksi, dan 137 subrencana aksi yang ditanggungjawabi oleh 24 K/L ditambah sejumlah Pemda terkait. Ke-137 subrencana itu mencakup tiga program prioritas, yakni prorakyat, keadilan untuk semua (justice for all), dan tujuan pembangunan milenium (MDGs), masing-masing sebanyak 29, 52, dan 56 subrenaksi.
Para menteri dan kepala lembaga (yang bertindak selaku penanggung jawab) mengoordinasi serta melaporkan secara berkala pelaksanaan program-programnya kepada Menteri Koordinator sesuai lingkup tugasnya, dengan tembusan kepada Kepala UKP4. Begitu pula para gubernur, selain melaksanakan program-program yang menjadi tanggung jawabnya, ia juga ditugasi untuk mengoordinasi bupati/walikota terkait di wilayahnya masing-masing.


2.4.      Hubungan Antara Terminologi Pembangunan Yang Berkeadilan Dengan Kajian Ilmu Pemerintahan

            Kajian ilmu pemerintahan memiliki banyak keterkaitan dengan terminologi lain, salah satunya adalah pembangunan beserta teori-teori di dalamnya. Karena pada dasarnya, praktek penyelenggaran pemerintahan tidak bisa dilepaskan dari teori yang berkembang di bidang itu atau kaidah keilmuan yang melandasi praktek. Pembangunan yang berkeadilan merupakan salah satu bentuk dari praktek kajian ilmu pemerintahan. Bahasan-bahasan dalam pembangunan yang berkeadilan seperti masalah kemiskinan, kependudukan, distribusi sumber daya, persamaan gender, pemberdayaan masyarakat, dan lain-lain, adalah masalah-masalah yang dilakukan di dalam kepemerintahan. Dengan mempelajari ilmu pemerintahan, diharapkan pelaksanaan pembangunan yang berkeadilan tersebut dapat berjalan, bukan hanya secara normatif melainkan secara keseluruhan.


BAB III
PENUTUP

3.1.       Kesimpulan

Pembangunan yang berkeadilan adalah suatu rangkaian usaha terintegrasi di berbagai bidang, guna membentuk sesuatu yang mengarah pada kebaikan, dengan memperhatikan setiap bobot yang ada agar tidak terjadi kesewenang-wenangan. Usaha-usaha yang terintegrasi tersebut, sebenarnya sudah masuk ke dalam agenda kegiatan pemerintah pusat hingga daerah melalui Inpres 3/2010. Banyak indikator permasalahan di dalamnya yang harus segera diselesaikan demi menciptakan Indonesia yang lebih baik. Namun sayangnya, implementasi dari instruksi tersebut masih banyak yang jauh dari kata ideal. Hal itu dapat dilihat dari persoalan yang bertaburan di lapangan.


DAFTAR PUSTAKA


·         http://budimansudjatmiko.net
·         Mewujudkan Pembangunan Yang Berkeadilan Melalui Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat” – Roberto Akyuwen
·         www.ukp.go.id › PROFILPengawasan Pembangunan Nasional