diposkan oleh Ananda Putri S, mahasiswi Universitas Lampung Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Pemerintahan 2012
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Pembangunan yang berjalan dengan baik dalam rangka
memperbaiki mutu kesejahteraan masyarakatnya sangat diimpikan setiap negara di
dunia hingga menjadi salah satu tujuan utamanya. Berbagai macam model
pembangunan telah diatur dalam undang-undang masing-masing negara. Untuk
Indonesia, tujuan yang merupakan
pernyataan cita-cita dari para pendiri negara Indonesia sebagai wujud
kesepakatan nasional tersebut di
atas, telah diatur dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Pemerintah Indonesia, semampunya telah melaksanakan beragam kebijakan, program, dan
kegiatan pembangunan yang berpusat pada manusia. Kinerja ini didukung secara sinergis oleh
pemangku kepentingan yang lain, seperti dunia usaha, perguruan tinggi, dan
organisasi non-pemerintah. Banyak pembangunan yang telah dicapai, namun banyak
pula indikator pembangunan yang terlantar, walaupun sudah menggunakan konteks dari beragam terminologi,
seperti pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, pertumbuhan ekonomi yang
inklusif, pembangunan yang berkelanjutan, dan pembangunan yang berkeadilan itu
sendiri. Oleh karena itu, penulis akan membahas serta mengidentifikasi mengenai
pembangunan yang berkeadilan tersebut.
1.2.Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai
berikut:
1.
Apakah definisi dari pembangunan yang berkeadilan?
2.
Apa saja masalah pokok dalam pembangunan di Indonesia
secara umum?
3.
Bagaimana penyelesaian masalah dalam terminologi pembangunan
yang berkeadilan?
4.
Bagaimana hubungan antara terminologi pembangunan yang
berkeadilan dengan study Ilmu
Pemerintahan?
1.3.Tujuan Penelitian
Adapun
tujuan dari penyusunan makalah sebagai berikut:
1.3.1. Untuk
mengetahui definisi dari pembangunan
yang berkeadilan
1.3.2. Untuk
mengetahui masalah pokok dalam pembangunan di Indonesia secara umum
1.3.3. Untuk mengetahui penyelesaian masalah dalam
terminologi pembangunan yang berkeadilan
1.3.4. Untuk
mengetahui hubungan antara pembangunan yang berkeadilan dengan study Ilmu Pemerintahan.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Pembangunan yang Berkeadilan
Istilah
“pembangunan yang berkeadilan” mungkin kerap kali terdengar di telinga kita
melalui berbagai media. Istilah ini semakin terang lagi suaranya, ketika pada 19-21 April 2010, Presiden
Yudhoyono menggelar Rapat Kerja (retret) bersama jajaran KIB-II dengan para
Gubernur dan Ketua DPRD Provinsi se-Indonesia di Istana Tampaksiring, Bali. Pada rapar
kerja tersebut, dikeluarkannya Inpres 3/2010 mengenai pembangunan yang
berkeadilan. Namun, apakah esensi dari “pembangunan yang berkeadilan” itu
sendiri?
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “pembangunan” dapat diartikan sebagai
“proses mendirikan atau membentuk sesuatu”. Kata
“berkeadilan” dapat diterjemahkan sebagai
“memberikan bobot yang sama, tidak berat sebelah, tidak
berpihak kepada yang sewenang-wenang”. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
pembangunan yang berkeadilan adalah,:
suatu rangkaian usaha terintegrasi di berbagai bidang,
guna membentuk sesuatu yang mengarah pada kebaikan, dengan memperhatikan setiap
bobot yang ada agar tidak terjadi kesewenang-wenangan.
Namun, menurut Budiman
Sudjatmiko, pengertian “pembangunan berkeadilan” yang selama ini ada belum
cukup memuaskan. Penjelasan yang ada umumnya bersifat retoris dan normatif. Oleh
sebab itu, dalam memberikan definisi mengenai hal ini, beliau cenderung memilih
jalan yang cukup moderat. Budiman menolak pengertian keadilan sebagai “bobot
yang sama”, tetapi lebih kepada aspek “kepatutan/proporsionalitas”. Namun di
sisi lain, negara harus senantiasa berupaya untuk memperkecil jarak antara equality dan need dengan
keberpihakan kepada elemen yang lebih lemah. Jadi, dari deduksi di atas,
Budiman Sudjatmiko menyimpulkan bahwa pembangunan yang berkeadilan adalah:
proses mendirikan atau membentuk dengan dilandasi kepada
nilai-nilai kebenaran, tidak bersifat sewenang-wenang, bersifat proporsional
namun tetap memiliki keberpihakan terhadap elemen yang lemah
Budiman Sudjatmiko
memberikan empat prinsip dasar yang bisa diturunkan dari definisi tersebut,
yaitu:
1.
Pembangunan yang
berkeadilan harus berlandaskan pada mesti berlandaskan kepada kebenaran, yang
dalam ketatanegaraan dimanifestasikan dengan kepatuhan terhadap peraturan hukum
dan peraturan perundang-undangan yang ada.
2.
Pembangunan yang
berkeadilan harus memastikan tidak ada elemen masyarakat yang diperlakukan
secara sewenang-wenang.
3.
Pembangunan yang
berkeadilan seyogyanya bersifat proporsional kepada seluruh elemen masyarakat.
4.
Pembangunan yang
berkeadilan harus memiliki keberpihakan terhadap elemen yang lemah.
2.2. Masalah Pokok Dalam Pembangunan di Indonesia Secara
Umum
Seperti yang telah dinyatakan penulis pada latar
belakang masalah sebelumnya bahwa, banyak indikator pembangunan yang terlantar.
Masalah-masalah tersebut antara lain sebagai berikut:
1.
Penduduk dan kemsikinan
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Jumlah rakyat miskin per Maret 2008
adalah sebesar 34,96 juta orang (15,42 persen) atau turun dari angka pada Maret
2007 sebesar 37,17 juta orang (16,58 persen) (Data Susenas BPS Maret 2008).
Data ini diperoleh sebelum pemerintah menaikkan harga BBM rata-rata 28,7 persen
pada Mei 2008, yang diperkirakan menambah angka kemiskinan hingga 8,5 persen. Dalam kriteria yang lebih ketat,
penduduk miskin Indonesia menurut World Bank mencapai 108.7 juta orang (49%)
(Data World Bank 2006). Perbedaan jumlah ini muncul dari perbedaan alat ukur
dan cara menghitung. BPS menggunakan kriteria yang lebih longgar.
Menurut BPS, penduduk miskin adalah
mereka yang rata-rata penghasilannya di bawah standar pemenuhan kebutuhan dasar
kalori minimal 2.100 kkal (kilo kalori) atau sekitar Rp 152.847 per kapita per
bulan. Sementara World Bank menggunakan standar internasional: penduduk miskin
adalah mereka yang memiliki pengeluaran per hari sebesar US$2 atau kurang. Begitupun
halnya dengan pengangguran. Menurut BPS, jumlah pengangguran terbuka per Februari 2008
mencapai 9.4 juta (8.5 persen) dari 111,46 juta angkatan kerja (Data Sakernas
BPS Februari 2008). Jumlah ini lebih dua kali lipat dari penduduk Singapura
yang sekitar 4 juta.
2.
Dualisme
kepemimpinan/peraturan
Dualisme kepemimpinan/peraturan yang dimaksud pada
tulisan ini adalah buah dari banyaknya pemimpin atau aturan berupa kebijakan di
negeri ini, yang tidak hanya bersumber dari satu pemimpin, melainkan dari
pihak-pihak lain yang besar dampaknya di Indonesia. Undang-undang yang
semula dipandang sebagai instrumen hukum yang legimit, justru pada masa
pemerintahan era reformasi mulai menimbulkan persoalan yang tidak mudah
diperoleh solusinya. Sebuah Negara bisa dibilang sebagai sebuah sistem. Idealnya,
dalam sebuah sistem hanya ada seorang pemimpin. Karena pemimpin inilah yang
bertanggung jawab memastikan jalannya sistem tetap pada koridornya. Pembangunan tidak akan pernah bisa berjalan sesuai
rencana apabila dualism ini terus dikobarkan.
3.
Iklim dan Geografis
Iklim di Indonesia adalah tropis dan geografisnya berupa kepulauan,
sehingga sulit untuk pemerintah melakukan pemerataan pembangunan dan ditambah
lokasi pulau – pulau berjarak cukup jauh. Negara Indonesia beriklim tropis
sehingga sangat mudah untuk melakukan kegiatan pertanian, karena banyak
penduduk Indonesia yang melakukan pertanian sehingga pembangunan menjadi sulit.
Adapula masalah pemakaian bahan bakar yang berasal dari fosil seperti batu bara,
minyak bumi dan gas bumi yang berkepanjangan. Kita sudah mengetahui sebagian dari
akibat pemanasan global ini, yaitu mencairnya tudung es di kutub, meningkatnya suhu
lautan, kekeringan yang berkepanjangan, penyebaran wabah penyakit berbahaya,
banjir besar-besaran, coral bleaching dan gelombang badai besar. Kita juga
telah mengetahui siapa yang akan terkena dampak paling besar adalah
Negara pesisir
pantai, Negara kepulauan, dan daerah Negara yang kurang berkembang seperti Asia
Tenggara.
Selama bertahun-tahun kita telah terus menerus melepaskan karbondioksida ke atmosfir dengan menggunakan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti batubara, gas bumi dan minyak bumi. Hal ini telah menyebabkan meningkatnya selimut alami dunia, yang menuju kearah meningkatnya suhu iklim dunia, dan perubahan iklim yang tidak dapat diprediksi juga mematikan. Greenpeace percaya bahwa hanya dengan langkah pengurangan emisi gas rumah kaca yang sistematis dan radikal dapat mencegah perubahan iklim yang dapat mengakibatkan kerusakan yang lebih parah kepada ekosistem dunia dan penduduk yang tinggal didalamnya. Lalu, kapan kiranya pembangunan kita bisa mengarah kepada pembangunan yang lebih ramah lingkungan?
Selama bertahun-tahun kita telah terus menerus melepaskan karbondioksida ke atmosfir dengan menggunakan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti batubara, gas bumi dan minyak bumi. Hal ini telah menyebabkan meningkatnya selimut alami dunia, yang menuju kearah meningkatnya suhu iklim dunia, dan perubahan iklim yang tidak dapat diprediksi juga mematikan. Greenpeace percaya bahwa hanya dengan langkah pengurangan emisi gas rumah kaca yang sistematis dan radikal dapat mencegah perubahan iklim yang dapat mengakibatkan kerusakan yang lebih parah kepada ekosistem dunia dan penduduk yang tinggal didalamnya. Lalu, kapan kiranya pembangunan kita bisa mengarah kepada pembangunan yang lebih ramah lingkungan?
4.
Pemerataan pembangunan
Pemerataan pembangunan di Indonesia masih cukup labil, karena banyak
faktor yang mempengaruhinya sehingga pembangunan di Indonesia tidak merata.
Akibatnya masih banyak beberapa daerah yang belum mendapatkan infrastruktur
yang memadai, diantaranya: air bersih, lisrik, pendidikan ,dan lapangan
pekerjaan. Akibat dari tidak meratanya pembangunan sangat banyaknya kemiskinan
di Indonesia.
5.
Masalah inflasi
Adalagi masalah pembangunan ekonomi
di Indonesia, yaitu inflasi. Inflasi adalah suatu keadaan di mana harga barang-barang
secara umum mengalami kenaikan dan berlangsung dalam rentang waktu yang lama
dan terus-menerus. Masalah ini terus mendapatkan concern khusus dari pemerintah. Pemerintah mempunyai tujuan jangka
panjang dalam masalah ini, yaitu dengan cara menjaga agar tingkat inflasi yang
berlaku berada pada tingkat yang sangat rendah. Tingkat inflasi nol persen
bukan merupakan tujuan utama kebijakan pemerintah, karena hal itu sangatlah
sukar untuk dicapai. Yang paling penting untuk diusahakan adalah menjaga agar
tingkat inflasi tetap rendah.
2.3. Penyelesaian Masalah dalam Terminologi Pembangunan yang
Berkeadilan
Dalam rangka penyelesaian masalah
pembangunan di era kepemimpinannya, pada 19-21 April 2010, Presiden Yudhoyono menggelar Rapat
Kerja (retret) bersama jajaran KIB-II dengan para Gubernur dan Ketua DPRD
Provinsi se-Indonesia di Istana Tampaksiring, Bali. Pada momentum retret kedua
itu, selain menyampaikan sepuluh arahan terkait upaya peningkatan pertumbuhan
ekonomi Indonesia, Presiden juga menerbitkan Inpres 3/2010 tentang Program
Pembangunan yang Berkeadilan pada 21 April 2010. Tujuan dari diterbitkannya
Inpres yang berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun
2010-2014 itu adalah untuk lebih memfokuskan pelaksanaan pembangunan yang
berkeadilan serta untuk kesinambungan dan penajaman Prioritas Pembangunan
Nasional sebagaimana termuat dalam Inpres 1/2010.
Ada tiga program utama yang harus diambil
langkah-langkahnya oleh instrument Negara yang terkait dengan fungsi dan
kewenangannya masing-masing, dalam rangka pelaksanaan program pembangunan
berkeadilan yaitu:
1.
Pro rakyat;
2.
Keadilan untuk semua (justice for all)
3.
Pencapaian tujuan pembangunan millennium (Millenium Development Goals – MDGs)
Dalam rangka pelaksanaan
program-program tersebut di atas, maka fokus permasalahan yang diambil
pemerintah adalah sebagai berikut:
1.
Untuk program pro rakyat memfokuskan pada:
a.
Program penanggulangan kemiskinan berbasis keluarga
b.
Program penanggulangan kemiskinan berbasis
pemberdayaan masyarakat
c.
Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan
usaha mikro dan kecil
2.
Untuk program justice
for all memfokuskan pada:
a.
Program keadilan bagi anak
b.
Program keadilan bagi perempuan
c.
Program keadilan di bidang ketenagakerjaan
d.
Program keadilan di bidang bantuan hukum
e.
Program keadilan di bidang reformasi hukum dan
peradilan
f.
Program keadilan bagi kelompok miskin dan terpinggirkan
3.
Untuk program pencapaian tujuan pembangunan millennium
memfokuskan pada:
a.
Program pemberantasan kemiskinan dan kelaparan
b.
Program pencapaian pendidikan dasar untuk semua
c.
Program pencapaian kesetaraan gender dan pemberdayaan
perempuan
d.
Program penuruan angka kematian anak
e.
Program kesehatan ibu
f.
Program pengendalian HIV Aids, malaria, dan penyakit
menular lainnya
g.
Program penjaminan kelestarian lingkungan hidup
h.
Program pendukung percepatan pencapaian tujuan
pembangunan milenium
Dalam Inpres ini, peran Daerah
sangat penting untuk mencapai target pembangunan nasional yang sebagian besar
merupakan program menyangkut pemberantasan kemiskinan dan pemberdayaan
masyarakat. Target itu antara lain, turunnya angka kemiskinan menjadi 8 persen,
pertumbuhan ekonomi 7,7 persen, dan turunnya angka pengangguran menjadi 5 persen.
Di dalam Inpres 3/2010 terdapat 46 program, 104 rencana aksi, dan 137
subrencana aksi yang ditanggungjawabi oleh 24 K/L ditambah sejumlah Pemda
terkait. Ke-137 subrencana itu mencakup tiga program prioritas, yakni
prorakyat, keadilan untuk semua (justice for all), dan tujuan pembangunan
milenium (MDGs), masing-masing sebanyak 29, 52, dan 56 subrenaksi.
Para menteri dan kepala lembaga
(yang bertindak selaku penanggung jawab) mengoordinasi serta melaporkan secara
berkala pelaksanaan program-programnya kepada Menteri Koordinator sesuai
lingkup tugasnya, dengan tembusan kepada Kepala UKP4. Begitu pula para
gubernur, selain melaksanakan program-program yang menjadi tanggung jawabnya,
ia juga ditugasi untuk mengoordinasi bupati/walikota terkait di wilayahnya
masing-masing.
2.4.
Hubungan
Antara Terminologi Pembangunan Yang Berkeadilan Dengan Kajian Ilmu Pemerintahan
Kajian
ilmu pemerintahan memiliki banyak keterkaitan dengan terminologi lain, salah
satunya adalah pembangunan beserta teori-teori di dalamnya. Karena pada
dasarnya, praktek penyelenggaran pemerintahan tidak bisa dilepaskan dari teori
yang berkembang di bidang itu atau kaidah keilmuan yang melandasi praktek.
Pembangunan yang berkeadilan merupakan salah satu bentuk dari praktek kajian
ilmu pemerintahan. Bahasan-bahasan dalam pembangunan yang berkeadilan seperti
masalah kemiskinan, kependudukan, distribusi sumber daya, persamaan gender,
pemberdayaan masyarakat, dan lain-lain, adalah masalah-masalah yang dilakukan
di dalam kepemerintahan. Dengan mempelajari ilmu pemerintahan, diharapkan
pelaksanaan pembangunan yang berkeadilan tersebut dapat berjalan, bukan hanya
secara normatif melainkan secara keseluruhan.
BAB
III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pembangunan yang berkeadilan
adalah suatu rangkaian usaha terintegrasi
di berbagai bidang, guna membentuk sesuatu yang mengarah pada kebaikan, dengan
memperhatikan setiap bobot yang ada agar tidak terjadi kesewenang-wenangan. Usaha-usaha
yang terintegrasi tersebut, sebenarnya sudah masuk ke dalam agenda kegiatan pemerintah
pusat hingga daerah melalui Inpres 3/2010. Banyak indikator permasalahan di
dalamnya yang harus segera diselesaikan demi menciptakan Indonesia yang lebih
baik. Namun sayangnya, implementasi dari instruksi tersebut masih banyak yang
jauh dari kata ideal. Hal itu dapat dilihat dari persoalan yang bertaburan di
lapangan.
DAFTAR
PUSTAKA
·
“Mewujudkan Pembangunan Yang Berkeadilan Melalui
Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat” – Roberto
Akyuwen
0 comments:
Posting Komentar